Mendengar suara alunan musik bisa mengembalikan mood seseorang. Saat sedang gundah,
mendengarkan alunan musik klasik sangat menenangkan. Riuh musik yang diputar
sepanjang acara pesta menciptakan kenyamanan. Sungguh nikmat dapat mendengarkan
berbagai alunan musik. Bagaimana jika Tuhan mengambil kenikmatan tersebut? Menjadi
tuli, bagaimana rasanya?
Gerakan
untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) adalah suatu organisasi yang
berkecimpung dalam dunia tuli. Semua anggotanya adalah orang tuli. Ya semua
anggotanya adalah tuli, karena ini adalah organisasi tuli yang menentukan ke
arah mana mereka akan dibawa. Gerkatin merupakan organisasi tuli resmi yang
diakui pemerintah dan memiliki cabang di hampir seluruh provinsi. Dalam
strukturnya ada DPP (Dewan Pimpinan Pusat), DPD (Dewan Pimpinan Daerah), serta
DPC (Dewan Pimpinan Cabang). Saya berkecimpung dalam DPC Gerkatin Kota Solo,
Jawa Tengah.
Sangat
menyenangkan mengikuti berbagai aktivitas yang dilakukan oleh Gerkatin Solo.
Jangan pernah membayangkan orang tuli selalu sedih, kesepian, dan depresi. Tak
ada yang berbeda dari kita yang disebut “normal”, yang membedakan antara kita
dan mereka hanya dalam hal mendengar. Lihatlah tak ada yang berbeda, kita bisa
berjalan, memiliki organ tubuh yang lengkap, kaki dan tangan berfungsi dengan
baik, semuanya sama. Saat disandingkan antara orang berpendengaran dengan orang
tuli dalam keadaan diam tak bicara, tak akan bisa membedakan mana yang tuli dan
mana yang berpendengaran. Karena memang tak ada yang berbeda secara fisik.
Namun
lain halnya saat kita sudah mulai berkomunikasi, orang yang berpendengaran
menggunakan mulut atau suara dalam berinteraksi. Bagaimana dengan tuli? Mereka
mempunyai cara komunikasi, yaitu memakai bahasa isyarat. Sekitar pertengahan
tahun 90-an di acara berita TVRI, ada index kecil di pojok bawah dengan gambar
orang yang menggerak-gerakkan tangannya, itulah yang dinamakan bahasa isyarat.
Teman-teman tuli menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi, baik antartuli
maupun dengan orang berpendengaran.
Awal mula
mengikuti kegiatan Gerkatin Solo adalah saat mereka mengadakan acara
Sosialisasi Bahasa Isyarat untuk Masyarakat Umum di Car Free Day (CFD) Solo. Acara yang unik dan sukses menarik
masyarakat untuk datang ke stand kami yang ada di sana. Antusias masyarakat
sangat tinggi. Stand buka dari pukul 06.00 hingga 09.00 tak pernah sepi
pengunjung. Pertama kali Gerkatin Solo mengadakan acara itu, pandangan
masyarakat terhadap orang tuli masih negatif. Masyarakat menganggap bahwa tuli
tidak bisa membaca, menulis, dan melakukan aktivitas layaknya orang normal.
Tujuan dari diadakannya acara sosialisasi bahasa isyarat ini adalah agar
masyarakat mengetahui siapa tuli sebenarnya, bagaimana cara berkomunikasi tuli,
dan apa saja budaya tuli. Karena selama ini masyarakat tidak mendapatkan cukup
informasi mengenai tuli, sehingga wajar apabila masyarakat berpandangan negatif
terhadap tuli.
Saya
berkecimpung dalam kegiatan Gerkatin Solo tidak sebagai anggota. Karena anggota
Gerkatin Solo harus seorang tuli. Jadi saya masuk sebagai anggota Deaf Volunteering Organization (DVO).
Organisasi DVO adalah kumpulan volunteer yang bergerak dalam bidang tuli.
Gerkatin Solo dan DVO merupakan sebuah partner, yang bisa dibilang dua
kesatuan. Bagi orang-orang berpendengaran yang ingin berkecimpung dalam dunia
tuli, bisa menjadi anggota DVO. Berkecimpung
dalam dunia tuli merupakan hal yang sangat menyenangkan. Karena di sini kita
bisa belajar bahasa isyarat langsung dengan tuli. Bahasa isyarat menjadi alat
komunikasi yang unik karena tidak semua orang bisa menggunakan bahasa isyarat.
Hal yang sangat mengasyikkan tentunya.
Kegiatan
Gerkatin Solo sangat banyak. Mulai dari acara rutin tiap dua minggu sekali di
CFD Solo yaitu sosialisasi bahasa isyarat. Dan banyak acara-acara lain dengan
komunitas maupun pemerintahan. Bagaimana cara teman-teman tuli mencerna acara
sedangkan mereka tak bisa mendengar? Nah di sini peran teman-teman DVO, mereka
menjadi penerjemah bahasa isyarat bagi teman-teman tuli. Apa yang dibicarakan
oleh narasumber diterjemahkan dalam bahasa isyarat oleh penerjemah. Jadi
teman-teman tuli tetap mendapatkan informasi dalam acara tersebut. Teman-teman
tuli tidak pasif dalam acara, banyak melakukan pertanyaan sama seperti yang
lain.
Solo yang
mendeklarasikan diri menjadi Kota Inklusif telah menunjukkan tanda-tanda
kemajuan. Inklusi yaitu sebuah kondisi dimana tidak ada diskriminasi di dalam
masyarakat. Baik itu disabilitas maupun non disabilitas. Menjadi kota inklusif
tidaklah mudah, karena harus mengerti kebutuhan semua masyarakatnya yang masuk
dalam kelompok minoritas, seperti Gerkatin Solo, tunanetra, tunadaksa
(disabilitas fisik), dan kelompok minoritas yang lain. Di Solo banyak
bermunculan sekolah inklusi yaitu sekolah umum yang menerima peserta didik
disabilitas sebagai komitmen pemerintah kota untuk mewujudkan kota inklusif. Sehingga peserta didik disabilitas tidak semuanya
harus bersekolah di SLB. Banyak kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kota
terhadap anak-anak disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan
kemampuannya.
|
Stand Bahasa Isyarat di Car Free Day Solo (Photo by: DVO)
|
|
Aktivitas Pengunjung di Stand Bahasa Isyarat (Photo by: ian_trihananto)
|
Seperti
halnya teman-teman tuli yang bersekolah di sekolah inklusi, ingin mendapatkan
haknya akan informasi, yaitu disediakannya penerjemah bahasa isyarat dalam
pembelajaran di kelas. Hal ini penting bagi mereka karena dengan adanya
penerjemah bahasa isyarat, semua informasi yang disampaikan oleh guru dapat
diterima dengan utuh tanpa ada yang hilang. Teman-teman tuli juga merupakan
warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama akan informasi. Banyak
teman-teman tuli yang memiliki potensi setara dengan orang berpendengaran,
namun tak ada kesempatan untuk meraih pendidikan tinggi diakrenakan tidak
adanya akses informasi di kelas. Sehingga banyak di antara teman-teman tuli mendapatkan
nilai di bawah kemampuannya. Hal itu terjadi karena tidak ada akses informasi
yang mereka dapatkan di dalam perkuliahan. Saat ini sudah mulai ada universitas
inklusi, yaitu universitas yang menerima calon mahasiswa disabilitas serta
berkomitmen memenuhi kebutuhan mereka. Dengan adanya universitas inklusi ini,
teman-teman tuli bisa mengikuti perkuliahan dengan baik dan bersaing dengan
orang berpendengaran tanpa rasa ‘minder’ karena semua informasi yang
disampaikan dosen dapat terserap dengan adanya penerjemah bahasa isyarat di
kelas.
Bahkan
banyak teman-teman tuli di universitas yang mendapatkan nilai di atas
rata-rata. Hal ini bisa mereka dapatkan karena adanya akses informasi, yaitu
dengan memakai bahasa isyarat. Sebenarnya banyak tuli yang bisa mendapatkan
prestasi tinggi, tapi terkendala akses informasi sehingga potensinya tidak
muncul. Apabila kita bandingkan sistem pendidikan tuli di Indonesia dengan
Eropa memang masih tertinggal, tapi sekarang Indonesia sudah menuju ke arah
sana. Pelan namun pasti, kelak Indonesia akan menjadi negara yang inklusif,
baik dalam pendidikan maupun masyarakatnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, mari
mulai dengan gerakan dari bawah, mengikuti aktivitas Gerkatin Solo dan DVO
untuk mensosialisasikan bahasa isyarat dan mengkampanyekan pendidikan inklusi.
Entah berapa tahun lagi di Indonesia semua akses informasi akan ada terjemahan
bahasa isyaratnya, baik itu berita di TV maupun dalam dunia pendidikan. Semoga
ini tidak hanya menjadi mimpi dan angan-angan semata, dengan diiringi doa pasti
semuanya akan indah pada waktunya. Salam inklusi!