Thursday, April 3, 2014

Eksistensi Diri Tuli

         Mendengar suara alunan musik bisa mengembalikan mood seseorang. Saat sedang gundah, mendengarkan alunan musik klasik sangat menenangkan. Riuh musik yang diputar sepanjang acara pesta menciptakan kenyamanan. Sungguh nikmat dapat mendengarkan berbagai alunan musik. Bagaimana jika Tuhan mengambil kenikmatan tersebut? Menjadi tuli, bagaimana rasanya?

          Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) adalah suatu organisasi yang berkecimpung dalam dunia tuli. Semua anggotanya adalah orang tuli. Ya semua anggotanya adalah tuli, karena ini adalah organisasi tuli yang menentukan ke arah mana mereka akan dibawa. Gerkatin merupakan organisasi tuli resmi yang diakui pemerintah dan memiliki cabang di hampir seluruh provinsi. Dalam strukturnya ada DPP (Dewan Pimpinan Pusat), DPD (Dewan Pimpinan Daerah), serta DPC (Dewan Pimpinan Cabang). Saya berkecimpung dalam DPC Gerkatin Kota Solo, Jawa Tengah.

          Sangat menyenangkan mengikuti berbagai aktivitas yang dilakukan oleh Gerkatin Solo. Jangan pernah membayangkan orang tuli selalu sedih, kesepian, dan depresi. Tak ada yang berbeda dari kita yang disebut “normal”, yang membedakan antara kita dan mereka hanya dalam hal mendengar. Lihatlah tak ada yang berbeda, kita bisa berjalan, memiliki organ tubuh yang lengkap, kaki dan tangan berfungsi dengan baik, semuanya sama. Saat disandingkan antara orang berpendengaran dengan orang tuli dalam keadaan diam tak bicara, tak akan bisa membedakan mana yang tuli dan mana yang berpendengaran. Karena memang tak ada yang berbeda secara fisik.

      Namun lain halnya saat kita sudah mulai berkomunikasi, orang yang berpendengaran menggunakan mulut atau suara dalam berinteraksi. Bagaimana dengan tuli? Mereka mempunyai cara komunikasi, yaitu memakai bahasa isyarat. Sekitar pertengahan tahun 90-an di acara berita TVRI, ada index kecil di pojok bawah dengan gambar orang yang menggerak-gerakkan tangannya, itulah yang dinamakan bahasa isyarat. Teman-teman tuli menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi, baik antartuli maupun dengan orang berpendengaran.

       Awal mula mengikuti kegiatan Gerkatin Solo adalah saat mereka mengadakan acara Sosialisasi Bahasa Isyarat untuk Masyarakat Umum di Car Free Day (CFD) Solo. Acara yang unik dan sukses menarik masyarakat untuk datang ke stand kami yang ada di sana. Antusias masyarakat sangat tinggi. Stand buka dari pukul 06.00 hingga 09.00 tak pernah sepi pengunjung. Pertama kali Gerkatin Solo mengadakan acara itu, pandangan masyarakat terhadap orang tuli masih negatif. Masyarakat menganggap bahwa tuli tidak bisa membaca, menulis, dan melakukan aktivitas layaknya orang normal. Tujuan dari diadakannya acara sosialisasi bahasa isyarat ini adalah agar masyarakat mengetahui siapa tuli sebenarnya, bagaimana cara berkomunikasi tuli, dan apa saja budaya tuli. Karena selama ini masyarakat tidak mendapatkan cukup informasi mengenai tuli, sehingga wajar apabila masyarakat berpandangan negatif terhadap tuli.

          Saya berkecimpung dalam kegiatan Gerkatin Solo tidak sebagai anggota. Karena anggota Gerkatin Solo harus seorang tuli. Jadi saya masuk sebagai  anggota Deaf Volunteering Organization (DVO). Organisasi DVO adalah kumpulan volunteer yang bergerak dalam bidang tuli. Gerkatin Solo dan DVO merupakan sebuah partner, yang bisa dibilang dua kesatuan. Bagi orang-orang berpendengaran yang ingin berkecimpung dalam dunia tuli, bisa menjadi anggota DVO.  Berkecimpung dalam dunia tuli merupakan hal yang sangat menyenangkan. Karena di sini kita bisa belajar bahasa isyarat langsung dengan tuli. Bahasa isyarat menjadi alat komunikasi yang unik karena tidak semua orang bisa menggunakan bahasa isyarat. Hal yang sangat mengasyikkan tentunya.

          Kegiatan Gerkatin Solo sangat banyak. Mulai dari acara rutin tiap dua minggu sekali di CFD Solo yaitu sosialisasi bahasa isyarat. Dan banyak acara-acara lain dengan komunitas maupun pemerintahan. Bagaimana cara teman-teman tuli mencerna acara sedangkan mereka tak bisa mendengar? Nah di sini peran teman-teman DVO, mereka menjadi penerjemah bahasa isyarat bagi teman-teman tuli. Apa yang dibicarakan oleh narasumber diterjemahkan dalam bahasa isyarat oleh penerjemah. Jadi teman-teman tuli tetap mendapatkan informasi dalam acara tersebut. Teman-teman tuli tidak pasif dalam acara, banyak melakukan pertanyaan sama seperti yang lain.

          Solo yang mendeklarasikan diri menjadi Kota Inklusif telah menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Inklusi yaitu sebuah kondisi dimana tidak ada diskriminasi di dalam masyarakat. Baik itu disabilitas maupun non disabilitas. Menjadi kota inklusif tidaklah mudah, karena harus mengerti kebutuhan semua masyarakatnya yang masuk dalam kelompok minoritas, seperti Gerkatin Solo, tunanetra, tunadaksa (disabilitas fisik), dan kelompok minoritas yang lain. Di Solo banyak bermunculan sekolah inklusi yaitu sekolah umum yang menerima peserta didik disabilitas sebagai komitmen pemerintah kota untuk mewujudkan kota inklusif.  Sehingga peserta didik disabilitas tidak semuanya harus bersekolah di SLB. Banyak kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kota terhadap anak-anak disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya.
Stand Bahasa Isyarat di Car Free Day Solo (Photo by: DVO)
Aktivitas Pengunjung di Stand Bahasa Isyarat (Photo by: ian_trihananto)

      Seperti halnya teman-teman tuli yang bersekolah di sekolah inklusi, ingin mendapatkan haknya akan informasi, yaitu disediakannya penerjemah bahasa isyarat dalam pembelajaran di kelas. Hal ini penting bagi mereka karena dengan adanya penerjemah bahasa isyarat, semua informasi yang disampaikan oleh guru dapat diterima dengan utuh tanpa ada yang hilang. Teman-teman tuli juga merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama akan informasi. Banyak teman-teman tuli yang memiliki potensi setara dengan orang berpendengaran, namun tak ada kesempatan untuk meraih pendidikan tinggi diakrenakan tidak adanya akses informasi di kelas. Sehingga banyak di antara teman-teman tuli mendapatkan nilai di bawah kemampuannya. Hal itu terjadi karena tidak ada akses informasi yang mereka dapatkan di dalam perkuliahan. Saat ini sudah mulai ada universitas inklusi, yaitu universitas yang menerima calon mahasiswa disabilitas serta berkomitmen memenuhi kebutuhan mereka. Dengan adanya universitas inklusi ini, teman-teman tuli bisa mengikuti perkuliahan dengan baik dan bersaing dengan orang berpendengaran tanpa rasa ‘minder’ karena semua informasi yang disampaikan dosen dapat terserap dengan adanya penerjemah bahasa isyarat di kelas.


          Bahkan banyak teman-teman tuli di universitas yang mendapatkan nilai di atas rata-rata. Hal ini bisa mereka dapatkan karena adanya akses informasi, yaitu dengan memakai bahasa isyarat. Sebenarnya banyak tuli yang bisa mendapatkan prestasi tinggi, tapi terkendala akses informasi sehingga potensinya tidak muncul. Apabila kita bandingkan sistem pendidikan tuli di Indonesia dengan Eropa memang masih tertinggal, tapi sekarang Indonesia sudah menuju ke arah sana. Pelan namun pasti, kelak Indonesia akan menjadi negara yang inklusif, baik dalam pendidikan maupun masyarakatnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, mari mulai dengan gerakan dari bawah, mengikuti aktivitas Gerkatin Solo dan DVO untuk mensosialisasikan bahasa isyarat dan mengkampanyekan pendidikan inklusi. Entah berapa tahun lagi di Indonesia semua akses informasi akan ada terjemahan bahasa isyaratnya, baik itu berita di TV maupun dalam dunia pendidikan. Semoga ini tidak hanya menjadi mimpi dan angan-angan semata, dengan diiringi doa pasti semuanya akan indah pada waktunya. Salam inklusi!

No comments:

Post a Comment